Orang-orang yang diperbolehkan tidak berpuasa
Orang-orang yang diperbolehkan tidak berpuasa
Menurut beberapa Ulama' Syafi'iyyah, orang-orang yang diperbolehkan tidak puasa adalah :
1. Orang yang sedang dalam perjalanan (bepergian) dengan syarat bahwa perjalanan yang ditempuh haruslah berjarak tempuh masafatil qashri (perjalanan jauh), dan perjalanan tersebut tidak dalam rangka bermaksiat, maka diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Namun baginya tetap wajib mengqadla’ puasanya sejumlah hari yang ia tinggalkan tidak puasa, pada hari hari yang lain. Akan tetapi berpuasa adalah tetap lebih utama dari pada berbuka (tidak puasa) selama puasa tersebut tidak menyengsarakan perjalanannya. Dan jika mengalami kesulitan (kesengsaraan), maka berbuka adalah lebih utama dari pada berpuasa.
Adapun kriteria masafatul qashri pada zaman dahulu (ketika alat transportasi masih sederhana) adalah perjalanan jauh yang minimal berjarak 2 marhalah / 16 fasakh / 4 barid / 2 hari perjalanan. Ukuran tersebut dapat dikonversi dalam ukuran jarak kilometer, yakni terdapat beberapa perbedaan pendapat para Ulama' :
- Versi Imam Kurdi dalam Tanwirul Qulub : 80,640 Km
- Versi Imam Makmun : 89,999992 Km
- Versi Imam A. Husein Al Mishri : 94,5 Km
- Versi Mayoritas Ulama' : 119,99988 Km
2. Wanita yang sedang hamil dan atau menyusui anaknya diperpolehkan tidak berpuasa, namun tetap wajib baginya untuk mengqadla’ puasa yang ditinggalkannnya pada hari-hari yang lain.
و الحامل والمرضع إن خافتا على أنفسهما ضراراً يلحقهما بالصوم كضرر المريض افطرتا و وجب عليهما القضــــاء . وإن خافتا على أولادهــــــــــما اي إسقاط الولد في الحــــــامل وقلة اللبن في المرضع افطرتا و وجب عليهما القضاء للإفــطار والكــــــــفّارة أيضاً . والكفّارة ان يخرج عن كل يوم مد
فتح القريب للشيخ العلامة إبن القاسم الغزّي
Jika wanita yang hamil dan atau menyusui tersebut tidak puasa karna kekhawatiran terhadap dirinya sendiri (semisal khawatir tidak kuat menjalankan puasa), maka baginya diperpolehkan tidak berpuasa, namun tetap wajib baginya untuk mengqadla’ puasa yang ditinggalkannnya pada hari-hari yang lain. Namun jika wanita yang hamil dan atau menyusui anaknya tidak berpuasa karna khawatir terhadap anaknya, bukan terhadap dirinya sendiri, semisal khawatir akan keguguran (bagi yang hamil) atau kekurangan ASI /air susu ibu (bagi yang sedang menyusui) karna sang ibu berpuasa, maka baginya wajib untuk mengqadla’ puasanya pada hari yang lain dan wajib juga atasnya membayar kafarat (1 mud/6 ons makanan pokok kepada fakir miskin, dari setiap hari yang ia tinggalkan tidak puasa).
3. Orang yang sedang sakit, jika ketika berpuasa dikhawatirkan sakitnya akan bertambah parah, atau ketika berpuasa dikhawatirkan kesembuhannya semakin bertambah lama, atau ketika berpuasa mengalami kesulitan dan kesengsaraan, maka baginya boleh tidak berpuasa, namun tetap wajib baginya untuk mengqadla’ puasanya pada hari-hari yang lain.
4. Orang yang sudah usia lanjut atau orang yang sedang sakit yang tidak ada lagi harapan sembuh.
و الشيخ والعجوز والمريض لايرجى برؤه (إن عجز ) كل منهم عن الصوم (ويفطر ويطعم عن كل يوم مدّا . ولا يجوز تعجيل المدّ قبل رمضان ويجوز بعد فجر كل يوم
فتح القريب للشيخ العلامة إبن القاسم الغزّي
Orang yang sudah usia lanjut atau orang yang sedang sakit yang tidak ada lagi harapan sembuh diperbolehkan tidak puasa, namun baginya wajib (sebagai ganti tidak puasa) membayar 1 mud (6 ons makanan pokok kepada fakir miskin) dari setiap hari yang ia tinggalkan tidak puasa. Tidak diperbolehkan untuk menta’jil membayar mud sebelum ramadlan. Akan tetapi boleh dilakukan setelah terbitnya fajar pada setiap hari.
5. Seseorang yang bekerja berat diperbolehkan tidak puasa, akan tetapi baginya wajib mengqadla’ puasanya pada hari hari yang lain.
ويلزم اهل العمل المشقّ في رمضان كالحصّادين و نحوهم تبييت النية ثمّ إن لحقه منهم مشقّة شديدة أفطر وإلاّ فلا . ولا فرق بين اجير العين و غيره والمتبرّع وإن وجد غيرَه وتأتي لهم العمل ليلاً
بشرى الكريم لباعشن الجز 2 صح 72
Wajib hukumnya melakukan niat puasa dimalam hari dalam bulan ramadlan bagi pekerja berat (seperti para petani yang memanen tanamannya dan atau semacamnya). Kemudian apabila ia berpuasa mengalami kepayahan (kesengsaraan) yang berat, maka ia boleh berbuka puasa. Dan jika tidak mengalami kepayahan (kesengsaraan) yang berat, maka tidak boleh berbuka puasa. Tidak ada perbedaan antara buruh (pekerja), orang kaya, orang miskin, maupun orang yang bekerja karna Allah swt (tidak mengharap bayaran). Sekalipun masih ada orang lain yang dapat mengerjakan dan masih memungkinkan bekerja di malam hari.
Sumber :
- Fathul Qorib karya Syaikh Ibnul Qosim Al Ghozzy
- Bisyri Al Karim karya Ba 'Asyn
- Fikih Ibadah oleh Lembaga Ta'lif Wannasyr Pon Pes Al Falah Ploso Mojo Kediri
0 komentar:
Posting Komentar